This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 25 Mei 2012

Sekilas Tentang Sejarah Desa Leilem

SEJARAH DESA

1. Asal-usul/Legenda Desa
Pada mula pertama si Rorimpandei yang terkenal membuka negeri di Minahasa pada jaman dahulu diperintah oleh kepala Walak (Ketua Adat) Sonder yang bernama Keintjem untuk membuka negeri disebelah timur.
Setelah mendapat perintah maka berangkatlah mereka (Rorimpandei, Ponto, Sembor dan Timbuleng) ke timur maka sampailah mereka pada suatu tempat yang boleh dijakdikan/dibuka untuk negeri/kampong, karena disitu diapit oleh dua buah sungai (disebelah Barat desa Leilem sekarang/Perkebunan Los).
Kemudian beberapa hari mereka melihat kedua sungai itu hanya menjadi kering, maka terpaksa mereka mencari tempat lain, lalu mereka berangkat menuju keselatan dengan mendaki gunung mendaki sungai yang ada dibelah selatan.
Ditengah jalan mereka sudah merasa haus akan tetapi mereka tidak dapat air untuk dimunum, maka mereka meminta air melalui opo-opo dengan berdoa, permintaan mereka dikabulkan lalu tempat itu dinamakan oleh mereka Rano Mokey (Air yang diminta), tempat air itu berbentuk suatu kolam kecil (Sumur Kecil) bahasa Tontemboan disebut wunong, itulah sebabnya disekitarnya dinamakan Wunong, sampai sekarang kolam/sumur itu masih ada.
Sesudah itu mereka melanjutkan perjalanan menuju keatas (kaki gunung Lengkoan)sampai diatas mereka beristirahat dan mereka membuat kursi yang terbuat daribatu yang disebut batu Kadera, sampai sekarang ini batu itu masih ada.
Sesudah itu mereka meneruskan perjalanan, dalam perjalanan mereka selalu diikuti oleh burung manguni (Warak)/burung hantu, maka sampailah mereka pada suatu sungai yang dimuaranya bertumbuh sebuah Pohon besar yang bernama Leilem, dari situ mereka mengikuti sungai mencari tempat yang boleh dijadikan Negeri/Kampung.
Maka sampailah mereka pada suatu tempat yang rata (disekitar watu Tumotowa sekarang), karena ditempat itu boleh dijadikan perkampungan maka mereka mencari batu sebagai tanda yang disebut Watu Tumotowa (Batu pemanggil) sampai sekarang batu itu masih ada dan terpelihara .
Mulai pada waktu itu Negeri yang mereka buka, mereka namakan Leilem yang terambil dari Pohon yang ada dimuara sungai yaitu Pohon Leilem dan sungai yang berasal dari Pohon itu mereka namakan sungai Leilem, sampai sekarang sungai itu masih ada.
Yang pertama-tama pemimpin :
Tonaas           : Timbuleng
Pamatuan     : Ponto
Kamarua        : Sembor
Catatan : Tahun berdirinya tidak diketahui lagi.



2.    Sejarah Watu Touar/Watu Karema yang disebut Batu Kadera.
Batu ini menjadi pusat agama Touar atau Agama Karema pada jaman dahulu. Batu ini dibuat oleh Karema untuk meneruskan kepercayaanya pada Opom Wana Ndangka yang menjadi kepercayaan Bangsa Touar selama-lamanya.

3.    Sejarah Watu Tomoutowa (Batu Pemanggil) :
Sejarah lahirnya Desa Leilem sekitar tahun 1700 an yang dibangun oleh Lima Dotu/Lima Opo yakni Opo Pua, Opo Laoh, Opo Roring, Opo Ponto, Opo Long (Dotulong). Kelima opo ini adalah Tonaas-tonaas wangko yang percaya kepada roh-roh leluhur  atau roh orang mati dari keturunan Toar Lumimuut yang menemukan desa Leilem dan dibuatkan atau diprasastikan dengan sebuah batu Tomoutowa atau Batu yang diletakan pertama di desa Leilem.

4.    Sejarah agama Touar/Agama Adat di Leilem atau Agama Manguni Rondor.
  • Percaya pada Opo Wana Natas /Opo Empung
  • Percaya pada Karema/Kamang Repeesan Manguni Maka Siouw (Karunia Roh Leluhur)
  • Dapat Mengusir roh-roh Jahat
  • Ahli perang memiliki pusaka-pusaka yang dapat melumpukan  musuh.
  • Memiliki Obat ramuan yang berkhasiat mujisat yang diwariskan oleh Tuhan pada Touar.
  • Memiliki roh pemersatu bangsa
  • Memiliki roh kepandaian /hikmat dari Tuhan
  • Memiliki/ahli dalam bercocok tanam.
  • Percanya pada Opo Wana Natas sebagai Roh pelindung luput dari segala bahaya.
5.    Sejarah mulainya Pemerintahan Belanda di Leilem
Awal tahun 1800 dibawah Pemerintahan Tonaas Wangko Dotu Leng dari Kawangkoan keturunannya.
  • Dotu Lengkoan atau Lengkong
  • Dotu Lengkei
  • Dotu Timbuleng
Timbuleng adalah Tonaas I (pertama) Pemerintahan Belanda di Leilem bertepatan mulainya masuk agama Nasrani kristen oleh Swars dan kawan-kawan.

Watu Tumotowa


Waruga Airmadidi
Dalam bahasa setempat, menhir disebut sebagai watu tumotowa, yaitu batu tegak yang dipakai untuk menandai pembangunan sebuah desa atau wilayah dari sekumpulan anggota masyarakat atau komunitas di suatu daerah di Minahasa. Menhir di sini biasanya berupa batu tegak berbentuk tugu. Kebanyakan menhir di daerah ini tidak mengalami pengerjaan tangan manusia, sehingga berbentuk sederhana sesuai dengan aslinya (alamiah) dan tidak berhiasan. Watu tumotowa atau menhir yang ditemukan di Minahasa kebanyakan berukuran kecil yaitu : tinggi 20 - 50 cm, diameter 15 - 30 cm. Namun, ada pula menhir yang cukup besar yaitu ditemukan di Desa Lelema di Kecamatan Tumpaan, yang berukuran tinggi sekitar 200 cm dan lebar antara 20 -40 cm. Menhir atau yang dikenal dengan sebutan watu tumotowa di Minahasa ini ditemukan sejumlah 61 buah.

Waruga Airmadidi
Watu Tumotowa atau menhir ditemukan di beberapa tempat di Minahasa, yaitu di Desa Kiawa di Kecamatan Kawangkoan; di Desa Tincep dan desa Leilem di Kecamatan Sonder; di Desa Motoling, Kumelembual, Mopolo, megalithuan Lama, Wakan, Raanan lama, Lompad, dan Makasili di Kecamatan Motoling. Watu Tumotowa juga ditemukan di Desa Lelema, Popontolen, Sulu, Paslaten, Popareng, dan Desa Tangkuney di Kecamatan Tumpaan; di Desa Rumoong Bawah, Pondang, Pondos, dan Tewasen di Kecamatan Tombasian, serta di Desa Radey, Tenga, dan Pakuweru di Kecamatan Tenga. Selain itu di Kecamatan Ratahan, yaitu di Desa Liwutung dan Poniki, lalu di Desa Tinoor dan Kayawu di Kecamatan Tomohon, serta di Kecamatan Tondaro telah ditemukan beberapa menhir yang disebut sebagai watu tumotowa tersebut. Demikian pula halnya di Kodya Manado yaitu di situs batu Sumanti di Tikala Ares di Kecamatan Wenang, juga ditemukan adanya watu tumotowa.